Wayang Sasak
Wayang kulit asal Lombok atau yg lebih populer dengan sebutan Wayang Sasak merupakan bagian dari spiritualitas masyarakat Lombok.
Bagi masyarakat suku Sasak Lombok, wayang kulit tidak hanya berfungsi sebagai hiburan budaya, tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan spiritual masyarakat di Lombok sejak lama. Di dalamnya, ada banyak ajaran-ajaran luhur tentang komitmen untuk mengamati kehidupan harmonis, perilaku yang baik, dan kesetiaan dalam keyakinan agama yang diamati.
Sampai sekarang, banyak orang di Lombok masih bersemangat untuk menonton warisan leluhur mereka dalam bentuk pertunjukan wayang kulit. Selama (adat tradisional) fungsi adat, perayaan ulang tahun Nabi dan pesta pernikahan, kinerja wayang kulit selalu dihadiri oleh penonton dari berbagai usia dan status sosial. Para dalang (dalang-dalang) biasanya cerdik dapat menjaga penonton terpaku ke kursi mereka selama pertunjukan.
Karena ada tokoh masyarakat umum dalam wayang kulit Jawa, seperti Semar, Petruk, Gareng dan Bagong dengan tindakan lucu mereka, wayang kulit Sasak (selanjutnya, Wayang Sasak) juga memiliki tokoh-tokoh seperti, Amaq Baok diwakili oleh, Inak Litet, Keseq, dan Amet. Mereka secara teratur muncul dalam acara untuk menemani para misionaris Islam pada perjalanan mereka untuk menyebarkan Islam di Lombok, diwakili oleh tokoh-tokoh terkemuka seperti Jayeng Rana, Umar Maya, Selandir, dll.
Wayang Sasak telah menjadi salah satu entitas penting dalam pengembangan budaya Sasak Lombok di masa lalu. Cerita-cerita di daerah Sasak Wayang berasal dari legenda Amir Hamzah, yang pada tahap kemudian diadaptasi oleh Yosodipuro II ke dalam bahasa Kawi selama era Kerajaan Mataram Islam. Seiring dengan aliran waktu, karya yang telah mengalami beberapa perubahan, yang dibuat oleh beberapa penyair Sasak, yang kemudian menjadi Serat Menak.
Direvasi dari cerita dari sumber yang disebutkan di atas juga menegaskan keberadaan Wayang Sasak sebagai media untuk penyebaran Islam, yang berbeda dari kinerja wayang di Jawa yang terutama menceritakan tentang Perang Mahabharata atau wayang Bali tentang agama upacara. Angka-angka dalam Wayang Sasak, Jayeng Rana seperti, Umar Maya, Maktal, Selandir, Taptanus, dll, juga menunjukkan bukti akulturasi antara karakter Hamzah Amir dan versi penulis Sasak 'yang memiliki nilai yang unik.
Titik perbedaan antara Wayang Sasak dan wayang dari daerah lain adalah bahwa kinerja Wayang Sasak tidak perlu banyak kru dan peralatan seni. Ketika cerita dimulai, dalang didampingi oleh dua asisten laki-laki yang tugasnya adalah untuk melayani dalang untuk menampilkan tokoh-tokoh wayang. Lalu, ada seperangkat alat musik yang sederhana dimainkan oleh penyelak, kajar, perincik, penyuling, dan pengabeh (seperti pemutar gong kecil, pemain suling, simbal dll pemutar).
Salah satu dalang yang paling terkenal di wilayah ini adalah HL Nasib AR, atau lebih akrab dikenal sebagai Mamik Nasib (63). Dalam rumahnya yang sederhana, di Desa Perigi, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, ada ukiran kecil dari seorang sarjana Islam, dikelilingi oleh Syahadat (rumus testimonial dibaca ketika seseorang menjadi muslim).
Tepat di bawah ukiran, ada lagi ukiran raksasa, lengkap dengan gigi mengerikan yang menurut pemilik, melambangkan keinginan duniawi dan kejahatan yang harus dikendalikan di bawah bimbingan ajaran agama.
Mamiq Nasib telah melakukan pertunjukan wayang sejak ia di tahun 5 dari Sekolah Rakyat (SR, Sekolah Rakyat Common, sama dengan Sekolah Dasar sekarang) pada tahun 1957. "Para Wayang Sasak bermain pada awalnya dilakukan sebagai media misionaris Islam selama periode propagasi Islam di Lombok lama. Propagasi dimulai dari daerah Bayan, sebuah desa di bawah Gunung Rinjani, "kata Mamiq Nasib, yang menyatakan bahwa keterampilan melakukan nya adalah bakat alami.
Pertunjukan wayang sebenarnya mengajarkan tentang kewajiban manusia untuk mengamati alam dan tuntutan menaati peraturan Allah. Tidak peduli seberapa besar Jayeng Rana atau figur Selandir adalah, sesegera dalang menempatkan mereka ke dalam kasusnya, maka keduanya tidak memiliki kekuatan apapun.
"Demikian juga, manusia tidak berbeda. Tidak peduli seberapa besar mereka, betapa kayanya mereka, jika Allah ingin mereka mati, maka mereka mati, "lanjutnya.
Masyarakat Sasak dengan roh-roh mereka yang kuat Islam masih mengamati semangat wayang dalam kehidupan mereka. Prinsip-prinsip ketaatan kepada Allah, bersikap baik terhadap orang lain, hidup sederhana, dan bersikap ramah masih ada sampai sekarang.
Sasak Lombok berasal dari frasa sak-sak lomboq (harus lurus). Hanya ada satu jalur untuk orang Lombok untuk mencapai kesenangan Tuhan mereka, yang memimpin hidup lurus, tidak cenderung untuk bersandar di sana-sini, dan mengamati hal-hal positif lainnya.
"Lenge tegaweq lenge tedait, bagus tegaweq bagus tedait (jika kita melakukan perbuatan buruk, kita akan mendapatkan hal-hal buruk, jika kita melakukan perbuatan baik, kita juga akan mendapatkan hal-hal baik). Prinsip ini melekat pada setiap orang Sasak-Lombok, "ungkapnya. (RA Majid)
wah wah wah.. perasaan wayang kulit dari jawa.....
BalasHapus